JK Akui Berbeda Pandangan dengan Jokowi Soal PSSI - RMOL.CO

Minggu, 31 Mei 2015 komentar
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengakui ada perbedaan pandangan dengan Presiden Joko Widodo mengenai pembekuan PSSI. Pasalnya, JK tetap berpandangan bahwa pembekuan yang dilakukan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga itu harus dicabut.'Benar saya sudah menyetujui itu. Tapi mungkin menterinya ada p…

Komunitas Pecinta Buku

Jumat, 29 Mei 2015 komentar
Menurut seorang filsuf bernama Plato, ketika jatuh cinta, kita semua tiba-tiba menjadi puitis, benarkah? #BenSalma

Berkatamu

komentar
Zen requires you to explore your pain, not ignore or repress it. http://t.co/9a9h0M74gV (Art below: Louise Bourg… http://t.co/WGxIPMZQjU

sufinews.com

komentar
~Ruang-ruang Jiwa Menuju Ruang-ruang Ilahi~ Dalam diri kita ada ruang, yang lebih sering menjadi ruang pengap, sunyi, gelap, bahkan terkadang ruang itu berkobar membara bagai neraka. Padahal ruang-ruang itu menjadi lembah dan hamparan bagi hidupnya ruang-ruang yang lain, yang kelak menjadi kesatuan utuh bagi kepribadian kita. Ruang-ruang itu selalu menjadi ruang rahasia, karena memang tidak nyata di kasat mata. Di relung paling dalam ruang jiwa kita ada Al-Lubb yang juga disebut dengan As-Sirr (relung paling dalam di jiwa kita, yang menjadi awal atau sumber, siapa diri kita sesungguhnya.) Ruang-ruang jiwa kita butuh cahaya, agar senantiasa terang, cerdas dan bahagia. Cahaya itu bias diraih melalui renungan, tafakkur ketika diri kita sedang sendiri dalam khalwat dan uzlah kita sehari-hari. Cahaya itulah yang kelak bisa membedakan mana yang gelap dan buruk, bathil dan jahat, dengan yang terang, haq dan penuh limpahan kebajikan. Namun agar cahaya-cahaya itu tetap hidup, seseorang mesti terus menghidupkan jiwanya secara mekanis melalui Dzikrullah secara langgeng terus menerus. Kelak ruang-ruang jiwa akan dipenuhi oleh khazanah ilmu pengetahuan, khazanah ma’rifatullah, dan berbuah kesadaran terus menerus untuk mebangunkan kualitas ruhaniyah kita. Sebagai kesatuan organis dalam ruang batin kita, masing-masing ruang haruslah hidup dengan keserasian sejati, yaitu kehidupan fungsional sesuai dengan tugas-tugas dari Allah Swt. Apa tugas tafakkur, tugas akal, tugas hati, tugas ruh dan rahasia ruh, sehingga terjadi refreshing spiritual terus menerus terhadap masa depan kita. Pada saat yang bersamaan, adab atau etika kita dengan Sang Pencipta juga harus berserasi. Karena pertumbuhan keimanan kita mesti menjulang ke Cakrawala Ilahiyah. Sampai pada tahap keimanan yang Haqqul Yaqin. Suatu kondisi kita siap memasuki “Ruang-ruang Ilahi” yang digambarkan secara cemerlang oleh Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari sebagai “Hadhratul Quds” dan “Bisathul Uns” (Hadhirat Suci dan Hamparan Kemesraan yang membahagiakan). Disanalah ada langkah-langkah kaki yang telah menanggalkan sandal-sandal dan sepatu alam atau segala hal selain Allah Swt. Kita memasukinya melalui : Pintu Mufatahah (Pintu terbukanya rahasia demi rehasiaNya); Lalu kita ber-Muwajahah (berhadapan dalam HadiratNya); Kemudian ber-Mujalasah (bermajlis dalam Kharisma Ilahiyah penuh dengan rasa malu, Taqarrub dan Muroqobah), Lalu ber-Muhadatsah (berdialog dengan bahasa qalbu, melalui tafakkur dalam mengarungi nuansa Jabarut, dimana kita bermunajat melalui Rahasia Batin kita). Kemudian ber-Musyahadah (menyaksikan kebesaran dan keagunganNya dibalik Asma’, Sifat dan DzatNya, kita menyaksikanNya di alam Malakut, Dia Menyaksikan di alam nyata, kita menyaksikan di KetuhananNya, Dia menyaksian kehambaan kita.) Berakhir dengan ber-Muthala’ah (terbukanya pandangan batin kita atas rahasia alam Malakut, Jabarut, Rahasia Taqdir, dan kita memandangnya dengan menuju KetuhahanNya, Dia melihat pada kehambaan kita yang menanjak mpadaNya, kita melihat fakta ketentuan dan takdirNya, lalu jiwa kita menerima penuh ridho, dan ketika Dia memandang hamparan rahasia jiwa kita, Dia pun membukakan hamparan anugerahNya, lalu kita bersimpuh di sana, Dia pun memandang kita dengan rasa Cinta yang Luhur, Penerimaan yang Agung.)

ngrumi

komentar
~Menghadapkan Wajah kepada Sang Kekasih~ Semua orang sibuk di dunia ini. Ada yang sibuk dengan cintanya pada para wanita, ada yang asyik dengan hartanya, mencari uang, atau belajar--dan semuanya percaya bahwa kemaslahatan dan kebahagiaannya bergantung pada apa yang dicarinya. Dan itu semua juga merupakan rahmat Allah. Ketika seorang manusia mencari sesuatu yang dikira dibutuhkannya, lalu tak ditemukannya, dia akan membelakangi hal itu. Setelah jeda mencari sejenak dia akan berkata: “Kebahagiaan dan rahmat mesti dicari. Mungkin aku masih kurang keras berupaya. Kalau begitu, akan kuusahakan terus.” Ketika dia terus mencari, dan yang dicarinya itu masih juga belum ditemukannya, dia terus berupaya, sampai rahmat itu tersingkap mewujud kepadanya. Barulah disadarinya, selama ini dia berada di jalur yang salah. Sungguhpun demikian, Allah memiliki beberapa hamba yang dianugerahi penglihatan yang jernih, bahkan sebelum tiba Hari ad-Diin. Sayidina Ali kw, misalnya, berkata: “Jika hijab diangkat, tidaklah aku menjadi lebih yakin.” Maksud Beliau adalah jika cangkang alam dunia ini lenyap dan Hari tersebut tiba, tidaklah itu meningkatkan keyakinan yang telah dipunyainya. Tentang daya persepsi itu, bayangkanlah tentang sekelompok orang yang pada suatu malam berdo’a dalam sebuah kamar yang gelap, masing-masing orang menghadap ke arah yang berbeda. Ketika pagi tiba, semua orang meluruskan arahnya menghadap; kecuali seorang lelaki yang telah sepanjang malam lurus menghadap ke arah Mekah. Lelaki itu tak perlu lagi membenahi arahnya menghadap. [1] Para hamba sejati Allah menghadapkan wajah mereka kepada Allah sepanjang malam: mereka telah berpaling dari semua hal kecuali wajah-Nya. Bagi mereka Hari ad-Diin itu telah hadir kini. [2] Dalam diri setiap manusia terdapat cinta, sakit, kehendak, hasrat sedemikian rupa sehingga jika seandainya dia memiliki seratus ribu semesta, tetap tak akan ditemukannya ketenangan. Orang mengerjakan aneka macam profesi, keahlian, menyalurkan berbagai jenis bakat, dan mereka belajar ilmu kedokteran, astrologi dan aneka macam ilmu lain; tapi tak mereka dapatkan kebahagiaan, karena apa yang mereka cari tidak ditemukan. Sang Kekasih dipanggil dil-aram [3] karena melalui Sang Kekasih lah qalb menemukan kedamaian. Karenanya, tentunya tidaklah mungkin qalb menemukan kedamaian jika dicarinya melalui sesuatu selain Dia. Semua kegembiraan yang lain dan obyek-obyek pencarian yang lain itu bagaikan sebuah tangga. Anak-anak-tangga itu untuk diinjak dan dilalui, bukan untuk ditinggali. Semakin cepat seseorang bangun dan tersadar, semakin ringkas jalan; dan semakin sedikit waktu yang disiakan pada “anak-anak-tangga.” Catatan: [1] Mengingatkan kepada, “Dan darimana pun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja engkau berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu ..." (QS [2]: 150) [2] Bandingkan dengan, “Dan siapakah yang lebih baik diin-nya, daripada yang menyerahkan wajahnya lillah, ..." (QS [4]: 125). [3] Dil-aram, secara harfiah berarti, “sesuatu yang memberi qalb ketenangan,” sebuah istilah umum bagi Sang Kekasih. Sumber: Rumi: Fihi ma Fihi #15 terjemahan Kabir Helminski.

Terkuak! Inilah Kebohongan Manfaat Susu yang Wajib Diketahui - Sebarkanlah.com

Rabu, 27 Mei 2015 komentar
Berikut ini adalah penjelasan dr. Tan Shot Yen tentang Kebohongan Manfaat Susu yang belum diketahui khalayak ramai. Benarkah susu sapi baik untuk kesehatan, benarkah susu sapi baik untuk tulang? Atau malah sebaliknya. Bahkan itu hanya sekedar bualan belaka, sebagai copywriting sebuah iklan produk su…

RESENSI BUKU: Di Balik Sepak Terjang Hamdan Zoelva - Bisnis.com Bisnis.com RESENSI BUKU: Di Balik Sepak Terjang Hamdan ZoelvaBisnis.comBisnis.com, JAKARTA - Nama Hamdan Zoelva mulai dikenal luas oleh publik sejak dia menggantikan posisi Akil Mochtar sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, sebetulnya sepak terjang pria asal Bima ini di dunia hukum dan politik telah ... http://ift.tt/1ORzZyG

Minggu, 03 Mei 2015 komentar
May 04, 2015 at 01:33AM